Pasaman Barat nfo86news.com Dua proyek strategis infrastruktur pendidikan di Kabupaten Pasaman Barat resmi diputus kontrak sebelum tuntas. Rehabilitasi ruang kelas SDN 23 Talamau dan pembangunan aula SMPN 1 Lembah Melintang tak hanya meninggalkan puing fisik, tapi juga menyisakan luka mendalam pada sistem tata kelola yang seharusnya menjamin layanan dasar pendidikan.
Ketua Umum LSM Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas Aman (P2NAPAS), Ahmad Husein Batubara, mengecam keras kejadian ini. Ia menilai proyek senilai ratusan juta rupiah ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengkhianati hak anak-anak untuk belajar di lingkungan yang layak dan aman.
> “Dari Laporan Realisasi Anggaran 2024, anggaran belanja modal Rp67,1 miliar hanya terealisasi 74,59%. Di saat yang sama, dua proyek penting malah stagnan, menyebabkan potensi kerugian lebih dari Rp142 juta,” ujar Husein.Salah Urus atau Gagal Kelola?
Husein menegaskan bahwa kegagalan ini tidak semata-mata disebabkan oleh penyedia jasa, melainkan mencerminkan kelemahan mendasar dalam sistem pengawasan internal Dinas Pendidikan. Fungsi pengendalian dinilai tumpul; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dinilai abai meski deviasi pekerjaan sudah jelas terlihat sejak awal.
> “Alih-alih melakukan tindakan korektif, mereka malah memberikan perpanjangan waktu. Ini adalah kegagalan manajemen risiko yang sangat fundamental,” tegasnya.
Kepala Dinas Pendidikan sebagai Pengguna Anggaran (PA) pun dinilai lalai menjalankan fungsi strategisnya. Padahal, proyek ini bukan sekadar angka dalam APBD—ini menyangkut masa depan anak-anak yang sudah cukup lama hidup dalam keterbatasan pascabencana.
Risiko Moral dan Akuntabilitas di Titik Nadir
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintahan. Kontrak dengan CV SJA dan CV RKU memang telah diputus, namun dana uang muka dan denda keterlambatan hingga kini belum seluruhnya dikembalikan ke kas daerah.
Parahnya lagi, realisasi pekerjaan CV SJA hanya mencapai 9,46%, dan CV RKU hanya 75,24%—keduanya jauh dari cukup untuk menggerakkan roda pendidikan dasar di daerah ini.
> “Apakah kita rela membiarkan anak-anak belajar dalam ketidakpastian karena kelalaian birokrasi? Ini bukan soal gagal tender—ini soal gagal tanggung jawab,” tutup Husein.
Reporter, ( Abdi Novirta )