Sekda Sumbar Bungkam Soal Dugaan Pembalakan Liar di Hutan Sipora: Diam yang Membisu di Tengah Bencana Ekologi

banner 468x60

 

Mentawai, info86news.com Di tengah sorotan publik atas dugaan pembalakan liar di Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat memilih bungkam. Hingga berita ini tayang, konfirmasi resmi yang dikirimkan redaksi presesimmedia.com tak kunjung dijawab.

Padahal, data yang diperoleh menyebutkan aktivitas ilegal itu telah merusak ±730 hektare kawasan hutan. Sementara izin pemanfaatan hasil hutan kayu (PHAT) yang dimiliki pihak perusahaan, diduga PT BRN, hanya mencakup sekitar 140 hektare.

Sebelumnya diberitakan

Artinya, lebih dari 500 hektare hutan diduga ditebang tanpa dasar hukum.

Koordinasi Pemerintah Dipertanyakan

Sebagai koordinator administratif seluruh OPD di bawah Pemprov, Sekda Sumbar seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan sistem pengawasan berjalan. Namun, kasus ini justru membuka pertanyaan besar:

Bagaimana mungkin aktivitas pembalakan liar sebesar itu tidak terdeteksi berbulan-bulan?

Dalam surat konfirmasi yang dikirimkan wartawan, Sekda diminta menjawab 16 pertanyaan penting, mulai dari aspek koordinasi antarinstansi, integritas aparatur, hingga tanggung jawab moral pemerintah daerah.

Namun hingga kini, tak satu pun jawaban diberikan. “Publik butuh kejelasan, bukan kesunyian birokrasi. Diamnya pejabat di tengah kerusakan lingkungan adalah bentuk pengabaian terhadap amanah rakyat,”

Kelemahan Sistem dan Krisis Integritas

Kasus Sipora membuka tabir lama tentang lemahnya pengawasan administrasi dan sistem perizinan hutan di Sumatera Barat.

Sementara masyarakat adat di Mentawai kehilangan sumber air dan ruang hidup, birokrasi provinsi justru terlihat sibuk menjaga citra daripada membenahi sistem.

Publik berhak tahu:

Apakah Dinas Kehutanan pernah melaporkan aktivitas PT BRN ke Sekretariat Daerah?

Apakah Pemprov memiliki mekanisme early warning system yang seharusnya mencegah kasus seperti ini?

Jika ASN terbukti lalai, apakah Sekda berani menindak tegas, bukan sekadar memindahkan jabatan?

Hingga kini, tak satu pun dari pertanyaan itu dijawab.

Koordinasi Penegakan Hukum Masih Gelap

Sejumlah pihak menilai, koordinasi antara Pemprov Sumbar dengan Gakkum KLHK dan Kejaksaan Agung masih setengah hati.

Belum ada kejelasan apakah dokumen perizinan dan pengawasan sudah diserahkan kepada penyidik, atau masih ditahan di meja birokrasi.

Padahal, langkah transparan sangat dibutuhkan untuk membangun kepercayaan publik.

Tanpa itu, pemerintah daerah hanya akan dipersepsikan menjadi bagian dari masalah, bukan bagian dari solusi.

Tanggung Jawab Moral Seorang Sekda

Sebagai pejabat tertinggi birokrasi daerah, Sekda bukan hanya manajer administratif. Ia memikul tanggung jawab moral atas integritas sistem pemerintahan di Sumatera Barat.

Ketika ratusan hektare hutan rusak dan Pemprov seolah tak mendengar, publik pantas bertanya:
Apakah Pemprov masih berpihak pada rakyat dan lingkungan, atau sudah dikooptasi oleh kepentingan bisnis?

Hutan yang hilang tidak bisa tumbuh kembali secepat klarifikasi pejabat.

Diam di tengah krisis ekologi adalah bentuk pengkhianatan paling halus terhadap tanggung jawab publik.”

Seruan untuk Transparansi dan Aksi Nyata

Presesimmedia.com mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk segera mengambil langkah nyata:

1. Membuka seluruh data perizinan hutan secara publik melalui portal keterbukaan informasi.

2. Membentuk “joint task force daerah” bersama penegak hukum dan lembaga masyarakat sipil seperti P2NAPAS untuk pengawasan independen

3. Menindak ASN yang lalai dalam tugas pengawasan, tanpa kompromi jabatan.

Karena hutan yang lenyap bukan sekadar statistik—ia adalah napas terakhir ekosistem Mentawai. ( A N )

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *